Kegiatan ekonomi merupakan sesuatu yang tidak bisa
dipisahkan dalam kehidupan manusia. Kegiatan yang berupa produksi, distribusi
dan konsumsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi seluruh kebutuhan hidup.
Setiap tindakan manusia didasarkan pada keinginannya untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Aktifitas ekonomi inipun dimulai dari zaman Nabi Adam hingga detik ini, meskipun
dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Setiap masa manusia mencari cara
untuk mengembangkan proses ekonomi ini sesuai dengan tuntutan kebutuhannya.
Tidak terlepas dari itu, Islam
yang awal kejayaannya di masa Rasulullah juga memiliki konsep sistem ekonomi
yang patut dijadikan bahan acuan untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang ada
saat ini.
Ketika kita
berbicara tentang pengelolaan keuangan maka mau tidak mau kita harus berhadapan
dengan pengelolaan pendapatan dan pengeluaran. Pendapatan adalah hal yang
berkaitan dengan sumber pemasukan baik tentang jumlah yang harus didapat maupun
tata cara dalam mendapatkannya. Sementara pengeluaran adalah hal yang berkaitan
dengan jumlah yang harus dikeluarkan maupun tentang tempat pengalokasian
pengeluaran.
Harta yang
sumber pendapatannya tidak jelas (ghoror), riba (bunga) dan
maysir (untung-untungan atau judi) akan menyebabkan pendapatan menjadi
tidak halal. Sehingga akan menghilangkan keberkahan. Pernahkah kita mendengar
satu unit usaha menjadi bangkrut lantaran sumber pendanaan dari usaha tersebut
berasal dari hasil korupsi? Konsep
pengelolaan keuangan di dalam Islam
sangat memperhatikan proses mendapatkan dan proses membelanjakan[1].
Sedangkan
tentang akun pengelolaan keuangan, Eko Pratomo[2]
menjelaskan bahwa dalam mengelola keuangan yang Islami haruslah memenuhi ketentuan ISLAMIC yang artinya Income (Pendapatan), Spending
(Pengeluaran dengan mengutamakan skala prioritas dalam pelaksanaannya), Longevity
(Kehidupan panjang yang menyangkut kehidupan masa pensiun dan kehidupan
akhirat), Assurance (Proteksi terhadap hal yang tidak terduga), Management
of debt (Pengelolaan Hutang), Invesment (investasi) dan Cleansing
of Wealth (Zakat sebagai sarana pembersihan harta).
Dari sini
terlihat bahwa dalam mengelola keuangan Islami
terdapat 7 akun yang terdiri dari 1 akun pendapatan (income) dan 6 akun
pengeluaran yang terdiri dari spending, longevity, assurance, management of
debt, investment dan cleansing of wealth.
Mengacu pada
goal pengelolaan keuangan Islami
yaitu falah dan tahapan untuk mencapai falah yaitu maslahah maka akun
pemanfaatan pendapatan harus mencakup untuk tujuan jangka pendek yaitu
kebahagiaan hidup di dunia dan kesuksesan hidup di akhirat.
Sejarah Sumber-Sumber Keuangan Negara
Sumber
Keuangan Negara Pada Masa
Rasulullah Saw
Pemikiran
Ekonomi Islam diawali sejak Nabi Muhammad Saw diutus sebagai seorang Rasul
(utusan Allah). Rasulullah Saw
mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan
dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqh), politik, dan juga
masalah perniagaan atau ekonomi. Permasalahan ini menjadi salah satu pusat
perhatian utama Rasulullah Saw,
karena hal ini merupakan pilar penyangga keimanan yang penting. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah Saw
bersabda, “kemiskinan membawa orang kepada kekufuran”
Sebelum
Islam datang, situasi kota Yastrib sangatlah tidak menentu.
Karena tidak mempunyai pemimpin yang berdaulat secara penuh. Hukum dan pemerintahan
dikota ini tidak pernah berdiri dengan tegak, dan masyarakat senantiasa hidup
dalam ketidak pastian. Oleh karena itu, beberapa kelompok penduduk kota Yastrib berinisiatif menemui Nabi Muhammad Saw, yang terkenal dengan sifat Al-Amin (terpercaya) untuk
memintanya agar menjadi pemimpin mereka. Mereka juga berjanji untuk selalu
menjaga keselamatan diri Nabi
dan para pengikutnya yang ikut serta dalam memelihara dan mengembangkan ajaran Islam. Nabi Muhammad Saw
berhijrah dari kota Makkah kekota Yastrib
sesuai dengan perjanjian, dikota yang subur ini, Rasulullah Saw disambut dengan hangat serta
diangkat sebagai pemimpin penduduk kota Yastrib.
Sejak saat itulah kota Yastrib berubah nama
menjadi kota Madinah.
Sudah
pasti, upaya mengentas kemiskinana merupakan kebijakan-kebijakan sosial yang
dikeluarkan Rasulullah Saw.
Lebih aktualnya lagi, bahwa Muhammad Rasulullah sangat memperhatikan perihal
ekonomi umat Islam, ketika umat
Islam telah memiliki sebuah
wilayah, yaitu Madinah. Masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam. Selain sebagai pusat ibadah, Rasulullah
telah mengfungikan masjid sebagai pusat komando operasi militer, pemerintahan
dan pusat perekonomian.
Pada
tahun-tahun awal dideklarasikan Madinah sebagai sebuah Negara, Madinah hampir tidah memiliki sumber pemasukan ataupun
pengeluaran Negara. Seluruh
tugas Negara dilaksanakan oleh
kaum muslim secara bergotong royong dan sukarela. Mereka memperoleh pendapatan
dari berbagai sumber yang tidak terikat. Oleh karena itu, Madinah merupakan Negara yang baru dibentuk dengan
kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi. Karena peletakan
dasar-dasar sistem keuangan Negara
yang dilakukan oleh Rasulullah Saw,
merupakan langkah yang sangat signifikan, sekaligus Berlian dan sangat
sprektakuler pada masa itu. Sehingga Islam
menjadi agama dan Negara yang
dapat berkembang dengan pesat dalam jangka waktu yang relatif singkat. Dalam
perjalanan roda pemerintahannya, Rasulullah Saw, mendapat 2 sumber pendapatan secara umum, yaitu:
Sumber
pendapatan primer
Sumber
pendapatan sekunder
Sumber
Primer Keuangan Negara
Sumber
pendapatan primer merupakan pendapatan utama bagi Negara dimasa Rasulullah Saw
adalah zakat dan ushur[3].
Keduanya berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushur
merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilar Islam. Dan pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan
untuk pengeluaran umum Negara.
Lebih jauh lagi, zakat secara fundamental adalah pajak lokal. Dalam hadist
Bukhori disebutkan, Rasulullah Saw
berkata kepada muadz, ketika ia mengirimnya ke Yaman sebagai pengumpul dan
pemberi zakat. “katakanlah kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah telah
mewajibkan mereka untuk membayar zakat yang akan diambil dari orang kaya
diantara mereka, dan memberikannya kepada orang miskin diantara mereka”.
Demikianlah bahwa, pemerintah pusat berhak menerima keuntungan hanya bila
terjadi surplus yang tidak dapat didistribusukan lagi kepada orang-orang yang
berhak. Pencatatan seluruh penerimaan Negara
pada masa Rasulullah tidak ada. Dalam kebanyakan kasus pencatatan diserahkan
pada pengumpul zakat, karena setiap orang pada umumnya telah terlatih dalam
masalah pengumpulan zakat.
Sumber
Sekunder Neuangan Negara
Di
samping sumber-sumber pendapatan primer sebagai penerimaan fiskal pemerintahan
Rasulullah Saw, ada juga sumber
pendapatan sekunder yang menjadi sumber pendapatan Negara, antara lain :
Uang
tebusan untuk para tawanan perang (hanya khusus pada perang Badar, pada perang
lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang)
Pinjaman-pinjaman
setelah menaklukkan kota Makkah, untuk pembayaran uang pembebesan kaum muslimin
dari Judhaima atau sebelum pertempuran hawazin sebesar 30.000 dirham ( 20.000
dirham menurut bukhari) dari Abdullah bin Rabi’ah dan meminjam beberapa pakaian
dan hewan tunggangan dari Sofyan bin Umaiyah.[4]
Khums
atas rikaz (harta karun temuan pada periode sebelum Islam)
Amwal
fadhilah yaitu harta yang berasal dari harta benda kaum muslin yang meninggal
tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang
meninggalkan negerinya.
Wakaf
adalah harta benda yang didedikasikan oleh seorang muslim untuk kepentingan
agama Allah dan pendapatannya disimpan di Bitul mal.
Nawaib
adalah pajak khusus yang dibebankan kaum muslimin yang kaya raya dalam rangka
menutupi pengeluaran Negara selama
masa darurat.
Jizyah
yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim
Kharaj,
yaitu pajak tanah yang dipunggut dari kaum non muslim ketika wilayah khaibar
ditaklukkan
Zakat
fitrah, zakat yang ditarik dibulan Ramadhan dan dibagikan sebelum sholat idul
fitri.
Shadaqah,
seperti kurban dan kaffarat. Kaffarat adalah denda atas kesalahan yang
dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan, seperti berburu dimusin haji.
Ghanimah,
harta rampasan perang atas musuh yang kalah.
Fay’,
harta yang ditinggalkan oleh pemiliknya tanpa peperangan.[5]
Lembaga
Keuangan Negara (Baitul
Maal)
Lima
abad yang lampau tidak ada konsep yang jelas mengenai cara mengurus keuangan
dan kekayaan Negara dibelahan
dunia manapun. Pemerintah suatu Negara
adalah badan yang dipercaya untuk menjadi pengurus tunggal kekayaan Negara dan keuangannya. Rasulullah
adalah kepala Negara pertama
yang memperkenalkan konsep keuangan Negara
diabad ke-7, yaitu semua hasil pengumpulan Negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudiaan
dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan Negara.
Hasil pengumpulan itu adalah milik Negara
bukan milik individu. Dan tempat pengumpulan ini disebut Baitu maal atau
bendahara Negara.
Semasa
Rasulullah masih hidup, masjid Nabawi digunakan sebagai kantor pusat Negara sekaligus menjadi tempat
tinggalnya dan Baitul Maal. Namun binatang-binatang tidak bisa disimpan
di Baitul Maal, akan tetapi ditempatkan di padang terbuka sesuai dengan
alamnya. Pemasukan yang diterima Negara
disimpan dimasjid dalam jangka waktu yang singkat, dan kemudian didistribusikan
kepada masyarakat yang membutuhkan tanpa ada sisa. Dalam buku-buku budaya dan
sejarah terdapat 40 nama sahabat yang biasa dikatakan dalam istilah modern
disebut pegawai Rasulullah, namun tidak disebutkan adanya seorang bendahara Negara. Karena hal ini hanya
dimungkinkan terjadi didalam lingkungan yang memiliki pengawasan yang ketat.
Sumber
Keuangan Negara Pada Masa
Khulafaurrasyidin
Pada
masa pemerintahan Abu Bakar As-Shidiq belum banyak perubahan dan inovasi baru
yang berkaitan dengan sektor ekonomi dan keuangan Negara. Kondisinya masih seperti pada masa Rasulullah Saw. Kondisi ini dibentuk oleh
konsentrasi Abu Bakar untuk mempertahankan eksistensi Islam dan kaum muslimin. Disamping itu para sahabat masih
terfokus untuk memerangi mereka yang enggan membayar zakat setelah wafatnya
Rasulullah Saw, dan memerangi
yang murtad serta gerakan Nabi
palsu.
Abu
Bakar As-Shidiq terpilih sebagai khalifah dalam kondisi miskin, karena sebagai
pedangang dengan hasil yang sangat minim tidak mencukupi kebutuhan keluarga.
Akan tetapi sejak menjadi khalifah kebutuham keluarga Abu Bakar diurus oleh
baitul maal. Diakhir masa kekhalifahannya dan mendekati wafatnya, sumber
pendapatan Negara semakin
menipis. Hal ini menyebabkan kekayaan pribadinya dipergunakan untuk pembiayaan Negara.
Masa
Kekhalifahan Umar bin Khattab
Dalam
masa pemerintahannya, Umar bin Khattab banyak melakukan perluasan kekuasaan Islam hingga ke wilayah dijazirah
arab, sebagian wilayah romawi (Syria, Palestina dan Mesir) serta seluruh
kerajaaan Persia, termasuk irak. Oleh karena itu Khalifah Umar mencotoh Persia
dalam mengatur administrasi Negara.
Untuk masalah kebijakan keuangan, Khalifah Umar banyak melakukan kemajuan
diantaranya : 1) baitul maal, (2) kepemilikan tanah, (3) zakat dan ushur, (4)
sedekah untuk non muslim, (5) mata uang. Dengan penjelasan singkat sebagai
berikut.[6]
Baitul
Maal
Pembangunan
baitul maal dizaman khalifah Umar dilatarbelakangi oleh kedatangan Abu Hurairah
(Gubernur Bahrain) dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak sebesar 500.000
dirham. Dan inisiatif Khalifah Umar adalah untuk tidak mendistribusikan harta yang
ada dibaitul maal, tetapi disimpan sebagai cadangan untuk keperluan
darurat, membiayai gaji para tentara dan keperluan umat lainnya.
Harta
yang tersimpan dibaitul maal dianggap sebagai “harta umat muslim”. Sedangkan
khalifah dan amil-amilnya hanyalah pemegang kepercayaan untuk mengatur
penerimaan dan pendistribusiannya terhadap umat yang membutuhkan, seperti :
janda, anak yatim, anak terlantar, pembiayaan penguburan orang miskin, membayar
hutang orang bangkrut dan gaji bagi penyebar dakwah Islam.
Kepemilikan Tanah
Dalam
pemerintahan Umar, banyak daerah yang ditaklukkan melalui perjanjian damai.
Dari sinilah mulai muncul permasalahan bagaimana cara pembagiannya. Beberapa
sahabat ada yang menuntut untuk mendistribusikan kekayaan itu dan sebagian
lainnya menolaknya. Maka dari itu, Khalifah Umar mencari solusi dari masalah
ini dengan melakukan musyawarah, dengan keputusan untuk memperlakukan
tanah-tanah tersebut sebagai fay, dan prinsip ini akan menjadi ketetapan
untuk kasus-kasus yang akan datang.[7]
Keputusan ini berdasarkan atas firman Allah SWT dalam al-Qur’an :
مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ
عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِى
ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَـٰمَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ كَىۡ لَا
يَكُونَ دُولَةَۢ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡۚ
“Apa saja harta rampasan [fai-i] yang diberikan Allah kepada
Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota negeri adalah untuk Allah,
Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan, supaya”. (QS. Al-Hasyr : 7).[8]
Zakat dan
Ushur
Pada
masa Khalifah Umar zakat dibebankan terhadap barang-barang yang memilii
produktivitas, seorang budak atau seekor kuda yang dimiliki kaum Muslimin
ketika itu tidak dikenakan zakat. Karena maraknya perdagangan kuda, pedagang memohon kepada Khalifah supaya zakat,
sehingga ditetapkan zakat kuda sebesar satu dinar. Dan ushur dibebankan kepada
suatu barang yang wajib dibayar hanya sekali dalan setahun, yaitu sebesar
sepuluh persen dari nilai barang. Khalifah Umar menetapkan pajak penbelian 2,5%
untuk pedagang muslim, 5% untuk kafir dzimmi dan 10% untuk kafir harbi.
Sedekah
non muslim
Tidak ada
ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang Kristen Bani
Taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari hewan ternak. Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar kaum Muslimin. Umar
mengenakan jizyah kepada ahli kitab Bani Taghlib, tetapi mereka terlalu gengsi
sehingga menolak membayar jizyah dan malah membayar sedekah. Nu'man ibn Zuhra
memberikan alasan untuk kasus mereka dengan mengatakan bahwa “pada dasarnya
tidak bijaksana memperlakukan mereka seperti musuh dan seharusnya keberanian
mereka menjadi aset Negara”.
Umar menerima sedekah 2 kali lipat dengan syarat mereka tidak boleh
membaptis seorang anak atau memaksanya menerima kepercayaan mereka.
Mata uang
Pada masa Nabi dan sepanjang masa pemerintahan
al-Khulafa ar-Rasyidun, koin mata uang asing dengan berbagai bobot telah
dikenal di Jazirah Arab, seperti dinar (sebuah koin emas) dan dirham (sebuah
koin perak). Umar adalah khalifah pertama dalam Islam yang menetapkan gaji untuk para hakim dan membangun
kantornya terpisah dengan kantor eksekutif, Menetapkan perbaikan ekonomi
dibidang pertanian dan perdagangan sebagai prioritas utama, mensubsidi masjid
dan sekolah dan membangun gudang persediaan bagi muslim yang melakukan perjalanan
haji.
Masa
Kekhalifahan Utsman bin Affan
Utsman bin Affan adalah khalifah ketiga. Pada
enam tahun pertama kepemimpinannya, Balhk, Kabul, Ghazni dan Karman
ditaklukkan. Untuk menata pendapatan baru, dan kebijakan Umar diakui atau
diterapkan. Tidak lama setelah Negara-Negara itu ditaklukkan, tindakkan
efektif langsung diterapkan dalam rangka pengembangan sumber daya alam. Aliran
air digali jalan dibangun, pohon buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan
diperhatikan dengan cara pembangunan organisasi kepolisian tetap. Khalifah Utsman tidak mengambil upah dari
kantornya. tapi sebaliknya, dia meringankan beban pemerintahan dalam hal yang
serius. Dia bahkan menyimpan uang pribadinya dibendahara Negara. Hal ini menimbulkan keslahpahaman
antra khalifah dan Abdullah bin Arqam, salah seorang sahabat Nabi yang berwenang untuk mengelola
baitul maal pusat dimasa khalifah Utsman.
Disamping itu khalifah Utsman
selalu mendiskusikan tingkat harga yang sedang berlaku dipasaran dengan seluruh
umat muslim setiap selesai sholat berjama’ah di masjid.
Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Setelah
meninggalnya Utsman, Ali
terpilih sebagai khalifah dengan suara bulat. Ali menjadi khalifah selama lima
tahun. Kehidupan Ali sangat sederhana dan dia sangat ketat dalam menjalankan
keuangan Negara. Mengambil
tindakan seperti memberhentikan para pejabat yang korup, membuka kembali lahan
perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Khalifah Utsman,
dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Umar Bin Khattab, adalah tindakan yang dilakukan oleh khalifah Ali.
. Ia secara sukarela menarik diri dari daftar penerima bantuan baitul maal
bahkan Ali memberikan sumbangan sebesar 5000 dirham setiap tahunnya. Dan menetapkan
pajak terhadap pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan memungut pajak terhadap
sayuran segar yang akan dibuat bumbu makanan.
Ali
menginginkan mendistribusikan seluruh pendapatan yang ada di baitul maal,
berbeda dengan Khalifah Umar dengan kebijakannya menyimpan sebagaian untuk cadangan. Prinsip utama dari pemerataan
distribusi uang rakyat telah diperkenalkan,
hari kamis mendistribusikan dan hari sabtu dimulai penghitungan
baru. Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum
yang ditulis dalam sebuah surat yang isinya tentang bagaimana berhubungan
dengan masyarakat sipil, lembaga peradilan dan angkatan perang.
Ali
menekankan perhatian kesejahteraan para prajurit dan keluarganya. Berkomunikasi
langsung dengan masyarakat melalui pertemuan terbuka terutama orang-orang
miskin, teraniaya dan penyandang cacat. Melawan
korupsi dan penindasan, mengontrol pasar, memberantas para tukang catut laba,
penimbun barang dan pasar gelap.
Sumber
Keuangan Indonesia Sekarang
Penerimaan
pemerintah kita artikan sebagai penerimaan pemerintah dalam arti yang
seluas-luasnya, yaitu meliputi pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil
penjualan barang dan jasa yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah,
pinjaman pemerintah, mencetak uang dan sebagainya. Didalam kenyataannya kita
tidak bisa menarik batas yang tegas dalam macam-macam sumber kpenerimaan
pemerintah. Tetapi, walaupun demikian sumber-sumber penerimaan Negara atau cara-cara yang dapat
ditempuh pemerintah untuk mendapatkanpenerimaan pada intinya dapat digolongkan
sebagai berikut :
Pajak, yaitu
pembayaran iuran oleh rakyat kepeda pemerintah dengan tanpa balas jasa
langsung.
Retribusi,
yaitu suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah, dimana kita bisa melihat
adanya hubungan antara balas jasa langsung diterima dengan adanya pembayaran.[9]
Contoh : pelayanan medis dirumah sakit milik pemerintah.
Keuntungan
dari perusahaan-perusahaan Negara,
yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan barang-barang yang dihasilkan oleh
perusahaan Negara dari Badan
Usaha Milik Negara (BUMN).
Denda-denda
dan rampasan yang dilakukan oleh pemerintah.
Sumbangan
masyarakat untuk jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah, sebagai pembayaran
biaya-biaya perizinan (lisensi) atau pungutan lainnya.
Percetakan
uang, merupakan kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah dan tidak dimiliki oleh
individu dalam masyarakat.
Pinjaman Negara, yaitu sumber penerimaan Negara, yang dilakukan apabila
terjadi defisit anggaran. Pinjaman pemerintah dikemudian hari akan menjadi
beban pemerintah, karena pinjaman tersebut harus dibayar kembali, berikut
dengan bunganya. Pinjaman dapat diperoleh dari dalam maupun luar negeri. Sumber
pinjaman bisa berasal dari pemerintah, institusi perbankan, institusi non bank,
maupun individu.
Penyelenggaraan
undian berhadiah, dengan menunjuk suatu institusi tertentu sebagai
penyelenggara, jumlah yang diterima pemerintah adalah selisih dari penerimaan
uang undian, yang dikurangi dengan biaya operasional dari besarnya hadiah yang
dibagikan. Negara-Negara yang menyelenggarakan undian
berhadiah seperti, Amerika Serikat, Kanada, Austalia, Jepang, Jerman dan
Indonesia juga pernah.
Dari uraian
diatas, pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara, disamping dari sumber migas dan nonmigas. Dengan
demikian, pajak merupakan penerimaan Negara
yang strategis yang harus dikelola dengan baik agar keuangan Negara dapat berjalan dengan lancar
dan baik. Dalam struktur keuangan Negara,
tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jendral Pajak
dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Jenis-jenis
pajak yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak meliputi pajak penghasilan
(PPh), pajak pertambahan niali (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak
penjualan barang mewah (PPnBM).
Sebagai
sumber utama penerimaan Negara,
pajak mempunyai peranan yang sangat strategis bagi kelangsungan pembangunan Negara. Maka pajak harus dikelola
dengan baik. Dan untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui PPh, maka
prioritas utama yang perlu diperhatikan adalah peningkatan wajib pajak (WP),
sehingga cukup tepat kebijakan pemerintah saat ini yang memberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWB) pribadi secara gratis kepada seluruh masyarakat yang telah
memenuhi syarat untuk memiliki NPWP. Hal ini untuk lebih menintensifkan
penerimaan pajak, dan untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak bagi para wajib pajak yang telah memenuhi syarat memiliki NPWP
maupun bagi badan usaha yang bersangkutan.
[1] Seorang anak Adam sebelum menggerakkan kakinya pada hari kiamat akan
ditanya tentang lima perkara: (1) Tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya; (2)
Tentang masa mudanya, apa yang telah dilakukannya; (3) Tentang hartanya, dari
sumber mana dia peroleh dan (4) dalam hal apa dia membelanjakannya; (5) dan tentang
ilmunya, mana yang dia amalkan. (HR. Ahmad)
[2] Eko Pratomo, “Cara Mudah Mengelola Keuangan Keluarga Secara Islami”, (Hijrah Institute, Jakarta:
2004)
[3] Zakat dikenakan pada hal-hal berikut :
1)
Benda logam
yang terbuat dari emas, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk
lainnya.
2)
Benda logam
yang terbuat dari perak,
3)
Binatang
ternak, seperti unta, sapi, domba dan kambing.
4)
Berbagai
jenis dagangan termasuk hamba dan hewan.
5)
Hasil
pertanian termasuk buah-buahan
6)
Luqothah harta benda yang ditinggalkan oleh musuh.
7)
Barang temuan.
Ushur : Zakat hasil pertanian dan
buah-buahan. Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai barang dan satu dirham
untuk setiap transaksi.
[4] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, Yogyakarta, 2008
[5] Dr,Muhammad Asraaf Dawwabah, Al Iqtishad al Islamy Madkhalun wa Manhajun,
Darussalam, Kairo, 2010
[6] Ibid, hal 491
[7] Ibid, hal 492
[8] Departemen RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 2002, CV.Darus
Sunnah, Jakarta.
[9] http://agamkab.go.id/?agam=kreatifitas&se=detil&id=363,
diakses pada hari ahad 18 maret 2012 pukul 20.00 CLT
By:Selvia Mei, Pipit Siti Alawiyah, dan Kiki Aulia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar