Kata produk berasal dari bahasa Inggris "product"
yang berarti sesuatu yang diproduksi oleh tenaga kerja atau sejenisnya[1].
Produksi merupakan
suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau
menciptakan benda baru dengan menggunakan sumber daya alam yang ada sehingga lebih
bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.Kegiatan menambah daya guna suatu benda
tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda
dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk
mencapai kemakmuran.Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa
dalam jumlah yang mencukupi. Orang atau perusahaan yang menjalankan suatu
proses produksi disebut Produsen. Contoh : pabrik baterai yang memproduksi
batu baterai, tukang mie ayam yang membuat mie yamin, tukang pijat yang
memberikan pelayanan jasa pijat dan urut kepada para pelanggannya, dan lain
sebagainya.
Mannan menyatakan bahwa sistem produksi dalam Islam harus
dikendaikan oleh kriteria objektif maupun subjektif. Kriteria yang objektif
akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi uang, dan
kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi etika
ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah.
Jadi dalam Islam, keberhasilan sebuah sistem ekonomi tidak hanya disandarkan
pada segala sesuatu yang bersifat materi saja, tapi bagaimana agar setiap
aktifitas ekonomi termasuk produksi, bisa menerapkan nilai-nilai, norma, etika,
atau dengan kata lain adalah akhlak yang baik dalam berproduksi. Sehingga
tujuan kemaslahatan umum bisa tercapai dengan aktifitas produksi yang sempurna.
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padangan kata
“produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara bahasa dimaknai
dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu
mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir al-intaj dhamina itharu
zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan
pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang
terbatas). Pandangan Rawwas di atas mewakili beberapa definisi yang
ditawarkan oleh pemikir ekonomi lainnya. Hal senada juga diutarakan oleh Dr.
Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunya Muqaddimah fi ‘Ilm al-Iqtishad
al-Islamiy. Abdurrahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam melakukan proses
produksi yang dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility) yang
diambil dari hasil produksi tersebut. Produksi dalam pandangannya harus
mengacu pada nilai utility dan masih dalam bingkai nilai ‘halal’ serta tidak
membahayakan bagi diri seseorang ataupun sekelompok masyarakat.Dalam hal ini,
Abdurrahman merefleksi pemikirannya dengan mengacu pada QS. Al-Baqarah: 219
yang menjelaskan tentang pertanyaan dari manfaat memakai (memproduksi) khamr.
Lain halnya dengan Taqiyuddin an-Nabhani, dalam mengantarkan pemahaman tentang
‘produksi’, ia lebih suka memakai kata istishna’ untuk mengartikan
‘produksi’ dalam bahasa Arab. An-Nabhani dalam bukunya an-Nidzam al-Iqtishadi
fi al-Islam memahami produksi itu sebagai sesuatu yang mubah dan jelas
berdasarkan as-Sunnah. Sebab, Rasulullah Saw pernah membuat
cincin.Diriwayatkan dari Anas yang mengatakan “Nabi Saw telah membuat cincin.”
(HR. Imam Bukhari). Dari Ibnu Mas’ud: “Bahwa Nabi Saw. telah membuat cincin
yang terbuat dari emas.” (HR. Imam Bukhari). Beliau juga pernah membuat mimbar.
Dari Sahal berkata: “Rasulullah Saw telah mengutus kepada seorang wanita, (kata
beliau): Perintahkan anakmu si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat
dudukku, sehingga aku bisa duduk di atsnya.” (HR. Imam Bukhari). Pada masa
Rasulullah, orang-orang biasa memproduksi barang, dan beliau pun mendiamkan
aktifitas mereka.Sehingga diamnya beliau menunjukkan adanya pengakuan (taqrir)
beliau terhadap aktifitas berproduksi mereka. Status (taqrir) dan perbuatan
Rasul itu sama dengan sabda beliau, artinya sama merupakan dalil syara.[2]
Teori Produksi
Produksi merupakan suatu
kegiatan memproses input (faktor produksi) menjadi suatu output. Produsen dalam melakukan kegiatan produksi, mempunyai landasan teknis, yang
didalam teori ekonomi disebut “fungsi produksi”.
Fungsi Produksi adalah
suatu persamaan yang menunjukan hubungan
ketergantungan (fungsional) antara tingkat input yang digunakan dalam proses
produksi dengan tingkat output yang dihasilkan.
Pada awalnya,
faktor produksi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan .Namun pada perkembangannya, faktor sumber
daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung
dari alam maupun tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut
sebagai faktor fisik (physical resources). Selain itu, beberapa ahli juga
menganggap sumber daya informasi sebagai sebuah faktor produksi mengingat
semakin pentingnya peran informasi di era globalisasi ini. (Griffin R: 2006) Secara total, saat ini ada lima hal yang
dianggap sebagai faktor produksi, yaitu:
- Sumber daya fisik (physical resources). Faktor produksi fisik ialah semua kekayaan yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanah, air dan bahan mentah.
- Tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi (ahli dan non-ahli).
- Modal (capital). Yang dimaksud dengan modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya (sendiri dan asing), berdasarkan pemilikan (pribadi dan bersama), serta berdasarkan sifatnya (konkritdan abstrak).
- Kewirausahaan (entrepreneurship). Faktor kewirausahaan adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam mengkoordinir faktor-faktor produksi.
- Sumber daya informasi (information resources). Sumber daya informasi adalah seluruh data yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan bisnisnya.Data ini bisa berupa ramalan kondisi pasar, pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, dan data-data ekonomi lainnya.[3]
Prinsip fundamental
yang harus diperhatikan produksi adalah
prinsip kesejahteraan ekonomi. Bahkan dalam sisitem ekonimi kapitalis kesejahteraan ekonomi
kira-kira dapat didefinisikan sebagai bagian kesejahteraan yang dapat dikaitkan
dengan alat pengukuran uang. Karena kesejahteraan Ekonomi modern bersifat
materialistis.
Sistem produksi dalam Islam baik dalam Negara Islam harus dikendalikan oleh criteria obyektif maupun subyektif, kriteria obyektif akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi uang dan kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yamg dapat diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah Allah dalam kitab suci Al Qur’an.[4]
Sistem produksi dalam Islam baik dalam Negara Islam harus dikendalikan oleh criteria obyektif maupun subyektif, kriteria obyektif akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi uang dan kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yamg dapat diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah Allah dalam kitab suci Al Qur’an.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar