Halaman

Kamis, 24 Januari 2013

Sistem Ekonomi Kapitalis

Oleh: Fauzul Hanif NA

              Pendahuluan
Waktu terus berjalan seiring dengan putaran bumi pada porosnya. Hal itu tidak mungkin berjalan dengan kosong, kecuali di dalamnya terdapat banyak kejadian yang timbul dan tenggelam. Ribuan tahun umur bumi membuat manusia mengelompokkan setiap jangkanya dengan peristiwa yang ada di dalamnya. Pengelompokan peristiwa itu yang akhirnya dipelajari, dikritisi diambil baiknya dan dibuang jeleknya. Hingga manusia membentuk masa depan yang lebih cerah dengan mengambil pelajaran dari masa lampau.

Dan begitulah dengan permasalahan interaksi antar manusia yang tinggal di bumi itu. Bermula dari ketidakberaturan hingga akhirnya mulai sedikti demi sedikit membuat suatu sistem untuk berjalan di atasnya. Interaksi itu tentunya tidak akan luput dari kegiatan tukar menukar barang untuk memenuhi kebutuhan tiap individu ataupun umum. Sebuah jenis interaksi yang akhirnya sering disebut dengan kegiatan perekonomian.
Sebagaimana yang disebutkan bahwa semua mengalami fase, maka roda perkenomian tidak jauh dari itu. Berbagai jenis prinsip dan ideologi dicoba untuk diterapkan dalam praktek perekonomian, sebagian berhasil dan yang lain gagal. Diantaranya yang gagal adalah kapitalisme yang seakan sudah mendarah daging dan menyatu dengan kehidupan kita. Bahkan mungkin bayi yang baru saja lahir niscaya akan bernafas dengan nada kapitalis.
Tapi seperti yang kita tahu bahwa bau busuk suatu saat pasti akan tercium. Kapitalisme yang dulunya berhasil berjaya sekarang mulai dirasakan sebagai penyakit dalam sistem perkonomian. Manusia mulai mengerti kehancuran dan kebusukan sistem ini. Mereka mulai mencari obat untuk penyakit yang ternyata sudah mendarah daging, dan akhirnya sistem ekonomi Islam muncul memberikan jawaban

Definisi dan sejarah
Kalau kita merujuknya pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, kapitalisme berarti sistem dan paham ekonomi (perkonomian) yag modalnya (penanaman modalnya, kegiatan indsutrinya) bersumber pada modal pribadi atau modal perusaahn swasta dengan ciri persaingan pasar bebas. Sebenarnya kapitalisme secara bahasa berasal dari bahasa Inggris yaitu capital yang berarti modal. Sedangkan isme merujuk pada ajaran atau paham. Jadi arti kasar dari kapitalisme adalah paham tentang modal.
Kapitalisme tidak muncul begitu saja, dia juga mengalami beberapa tahapan hingga menjadi sistem baku seperti yang kita kenal saat ini. Menurut Dr. Asyraf Muhammad Dawwabah dalam bukunya al iqtishad al islamy madkhalun wa manhajun, menerangkan bahwa hal ini bermula dari runtuhnya feodalisme[1] pada akhir abad 16 masehi. Pada tahapan selanjutnya Eropa menganut sistem perkonomian yang baru yaitu kapitalisme merkantilisme[2] (1500-1776M). Sistem ini berpendapat bahwa emas dan perak adalah harta kekayaan sesungguhnya. Tidak heran jika pemerintah mempunyai hak untuk berintervensi dalam pasar, tentunya tidak lain untuk menetapkan kebijakan impor dan ekspor agar dua kekayaan asli tadi tidak mudah berkurang dan bahkan bertambah[3].
Lalu pada abad 17 lahir dan berkembanglah sebuah lembaga pendidikan bernama Physiocrates (1756-1786) di Perancis. Sebuah lembaga pendidikan yang berpegangan bahwa setiap segala sesuatu itu mempunyai undang-undangnya tersendiri dan bahwa manusia tidak berhak untuk berintervensi pada suatu hukum alam. Dari situ perkenomian dengan jenis pasar dan harga yang merupakan bagian dari hukum alam ditinggalkan dan tidak manusia tidak ikut campur di dalamnya. Ini adalah awal mula munculnya sebuah slogan yang berbunyi Laisser Faire, Laisser Passer atau biarkan hal itu bekerja, biarkan hal itu berjalan.
Kemudian datang Adam Smith yang meletakkan dasar-dasar kapitalisme dalam bukunya Wealth of Nations[4] yang diterbitkan pada tahun 1776. Buku ini menyeru pada kebebasan ekonomi dan perkara-perkara turunannya seperti hak kepemilikan, warisan dan keuntungan. Sebuah terma yang paling dikenal dari buku ini adalah the invisible hand yaitu membiarkan mekanisme pasar berjalan dengan sendirinya. Dimana terjadi kompetisi antara berbagai penyedia barang dan pembeli yang selanjutnya menghasilkan kemungkinan terbaik dalam distribusi. Selain itu juga memperkenalkan pada sistem pasar bebas yang membatasi intervensi negara di dalamnya.
Dengan kemunculan Adam Smith dan teorinya itulah kapitalisme mulai riuh digemakan dalam berbagai praktek ekonomi.


Konsep Kapitalisme
Dr. Dawabah menyebutkan setidaknya ada 4 tiang yang menyangga berdirinya kapitalisme[5]:
a.       Kepemilikan Individual
Dalam hal ini kapitalisme mendukung penuh, bahkan menjadikan poin ini sebagai salah satu dorongan untuk terus berproduksi. Tapi pada penerapannya malah menjadikan manusia terlalu mencintai harta sehingga setiap jengkal langkah dan perbuatannya selalu ditujukan untuk mencapai tujuan ini.
Sebagaimana dengan mengakui secara mutlak kepemilikan individual maka setiap pemilik akan menjaga segala kepemilikannya untuk nanti diwariskan kepada keturnan-keturunannya.  Andai saja tidak ada kepewarisan maka usaha mereka seakan sia-sia dan sebagai gantinya para pemilik harta tersebut akan berlaku boros dan tidak banyak memproduksi.
b.      Kebebasan Ekonomi
Poin ini tentunya bentuk kepanjangan dari perhatian atas kewewenangan individual. Ketika seseorang mempunyai barang dan berhak penuh atas barang itu, maka dia juga berhak untuk melakukan apapun.  Para pelaku boleh memproduksi atau mengkonsumsi dari segala sumber yang ia miliki.
c.       Persaingan
Ketika ada kebabasan dalam berkonomi maka selanjutnya akan muncul sebuah bentuk perlombaan dan persaingan dalam mekanisme ekonomi. Para penjual akan mencoba berbagai strategi untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan menyingkirkan pesaingnya sebagaimana konsumen akan mencari produk yang sesuai dengan keinginannya.
d.      Dorongan untuk mendapat keuntungan
Keuntungan dianggap sebagai dorongan utama dalam kegiatan perekonomian di mata kapitalis. Dalam konsep Adam Smith dikatakan bahwa keuntungan yang sebenarnya tujuan individual dari produsen secara bersamaan memenuhi kebutuhan umum. Ketika seorang produsen ingin memperbanyak produksinya, maka secara tidak langsung dia harus menambah jumlah pekerja. Tujuan utama produsen yang sebenarnya mencari keuntungan itu pada akhirnya juga menjadi keuntungan lain bagi masyarakat.

 Kecacatan Kapitalisme[6]
a.       Penimbunan
Model penimbunan ini sebenarnya bermula dari pandangan kapitalisme tentang kelangkaan barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan manusia sebagai mana yang disebutkan Adnan Syafi’i. Ketika disebutkan bahwa kebutuhan manusia bersifat tidak terbatas, sedangkan daya barang dan jasa sangat terbatas maka seakan mengeluarkan pendapat bahwa solusinya adalah meningkatkan produksi barang setinggi-tingginya.
Padahal jika dicerna lagi seakan kita paham bahwa hal itu keliru. Analogi sederhananya seperti ini, ketika seseorang di satu kasur yang harganya mungkin 2 juta, apakah di saat yang sama dia membutuhkan kasur lain yang mungkin seharga 5 juta? Perumpaan lain, adakah orang yang mampu memakan nasi 5 piring dalam satu waktu? Jika dikatakan iya, maka adakah yang mampu memakannya hingga 10 piring dan seterusnya? Dari sini kita paham bahwa sesungguhnya kebutuhan manusia itu terbatas.
Sebenarnya teori kelangkaan barang bukan hanya mempunyai kecacatan dalam substansinya, tapi pada penerapannya juga membahayakan, yaitu terjadinya penimbunan. Selain itu, manusia seakan menjadi makhluk-makhluk egois dan ‘memangsa’ sesamanya.
b.      Riba
Riba adalah sesuatu yang seakan sudah sangat melekat pada tubuh kapitalisme. Meskipun sudah jelas sistem perkonomian dengan model riba merugikan, tapi itu seakan sudah menjadi hal yang biasa. Lihat saja perilaku para pejabat yang merasa bangga jika dalam masa jabatannya dia dapat mengucurkan dana kredit sekian milyar atau triliyun bagi pengusaha kecil. Padahal kredit itu tidak menjamin kesuksesan para pengusaha kecil, tapi sepersekian detik setelah pengusaha kecil itu mengkredit, dia langsung dibebani dengan bunga. Maka dari itu Allah memperingatkan dalam firmanNya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah[7].”
Lain dari pada itu, bunga juga sangat mempengaruhi investasi dan produksi. Ketika suku bunga semakin tinggi, maka investasi akan menurun. Dengan menurunnya investasi maka produksi turut merosot dibarengi dengan meningkatnya angka pengangguran. Riba juga berakibat pindahnya uang dari negara yang bertingkat bunga rendah ke negara yang memiliki tingkat bunga lebih tinggi. Ini adalah ulah para penimbun yang ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan memanfaatkan kondisi ini.
c.       Judi (al muqâmarah)
Para kapitalis menegakkan sistemnya dengan lebih mengandalkan peluang-peluang di sektor non riil dari pada sektor riil[8]. Padahal jika sektor non riil ini dicermati mekanismenya maka tidak akan jauh dengan perjudian. Semuanya berasas ketidakpastian dan tebak-tebakan (spekulasi) antara untung dan rugi. Di sini uang tidak akan pernah bertemu dengan barang dan jasa sebagaimana yang terjadi di bursa saham, yang ada hanyalah interaksi tak nyata dengan berbagai spekulasi yang tidak pasti[9].
Kalau perputaran uang hanya berkisar di sektor non riil bisa dipastikan sektor riil menjadi terbengkalai. Bayangkan ketika uang dalam jumlah besar yang seharusnya bisa lebih produktif jika berada di sektor riil ternyata hanya berputar di sektor non riil! Tingkat produksi secara tidak langsung pasti mengalami kemerosotan daya produksi. Jika daya produksi merosot maka selanjutnya perusahaan-perusahaan lebih memilih untuk mem-PHK karyawannya. Dari sini kemiskinan tidak bisa dibendung.
d.      Mendahulukan materi
Poin lain dari kapitalisme adalah lebih mementingkan dan mendahulukan materi. Memang kebahagiaan individual dan umum didapatkan dari hal ini. Tapi kapitalisme malah membuahkan sebuah perpecahan antar manusia demi memenuhi kebutuhan materinya tanpa memperhatikan segi akhlaq ataupun adab. Para produsen hanya memikirkan bagaimana caranya bisa meraup keuntungan yang besar dengan barang-barang yang mampu ia produksi. Tidak penting apakah barang itu bertentangan dengan adab atau tidak, baik untuk kesehatan atau tidak, sesuai dengan tuntutan agama atau tidak.

 Ketimpangan dan keruntuhan Kapitalisme[10]
Hingga detik ini kapitalisme tidak berdiri tegak tanpa tertiup angin. Bahkan sejarah menyaksikan jatuh bangun dari sistem ini sehingga mayoritas manusia menyadari akan kelemahan atas bangunan ekonomi yang ditawarkan sistem ini. Ambil saja peristiwa besar yang melanda perekonomian Amerika dan beberapa negara Eropa, yaitu krisis ekonomi global pada tahun 2008. Sebagian besar pengamat akan mengatakan bahwa itu adalah contoh langsung dari kegagalan sistem ini untuk membawa kesejahteraan bagi manusia.
Diantara kecacatan yang langsung disaksikan oleh publik international [11]:
1.      Kebangkrutan Lehman Brothers yang merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS. Bank investasi terbesar keempat di AS ini menyatakan kepailitannya dengan pengajuan perlindungan kepailitan pada tanggal 15 September 2011.
2.      Pada hari berikutnya, tanggal 16 September 2011, AIG (American International Group) juga akhirnya harus diselamatkan oleh Bank Sentral AS yang mengumumkan rencana paket bantuan senilai US$85 miliar dengan imbalan 80% saham.
3.      2 Oktober: DPR dan Presiden AS mengesahkan RUU yang mengatur pencairan dana senilai US$ 700 miliar untuk membeil aset-aset dari bank-bank yang tidak likuid dan bermasalah.
4.      Oktober/November: Pemerintah AS, Inggris dan negara-negara Eropa mengumumkan paket pinjaman, jaminan dan penyelamatan bernilai multi triliun dolar, termasuk untuk menasionalisasi bank-bank besar di masing-masing negara.
Bayangkan! Sebuah sistem kapitalisme yang sudah merasa solid dengan pasar bebas yang terlepas dari intervensi pemerintah ternyata harus menelan ludah mereka sendiri. 4 contoh dari yang disebutkan di atas hanya sebagian saja dari banyaknya perusahaan dan bank yang kolaps[12]. Pada akhir cerita justru pemerintah datang untuk menasionalisasi seluruh kerugian yang mereka alami agar goncangan ekonomi itu tidak semakin membengkak[13].
Roboh dan timpangnya sistem kapitalisme bisa juga ditinjau dari sisi lain. Kapitalisme yang mengacu pada asas kepemilikan modal secara individual juga titik yang perlu digugat. Kapitalisme menitikberatkan perekonomian mereka pada modal, semakin besar modal, semakin besar pula peluang untuk mendapat keuntungan. Bayangkan jika ideologi seperti ini diusung ke pasar bebas[14]. Dampaknya tak lain hanya memperbesar jurang pemisah antara si miskin dan si kaya. Dengan kata lain, pemeran utama dari perkonomian jenis ini adalah mereka para konglomerat.[15]
Pasar ideal yang merupakan pasar persaingan sempurna[16] akan berantakan jika dimasuki paham kapitalis. Sesuai dengan konsep low risk, high profit maka mereka tidak mempedulikan apa yang di bawahnya. Ditambah lagi sebagai mana yang telah disebutkan di atas bahwa kaum kapitalis seakan mendahulukan ego untuk memenuhi kebutuhan mereka yang ‘tidak ada batasnya’. Otomatis itu mempengaruhi harga pasaran yang membuat persaingan tidak sempurna dan menghilangkan keseimbangan di dalamnya. Dari itu, efek kapitalis juga akan membunuh pasar tradisional dan pasar-pasar kecil yang berkembang.
Masih pada kecacatan sistem kapitalisme, Aries Mufti dalam bukunya Kapitalis Global, Hegemoni Dajjal dan Ekonomi Syariah menyebutkan bahwa akar dari kapitalisasi global[17] tidak lain adalah The Fed[18]. Bermula dari emas dan perak sebagai logam mulia yang sudah disepakati seluruh dunia sebagai uang asli atau honest money. Keduanya merupakan alat dalam pertukaran moneter yang sah selama berabad-abad.
Tapi pada awal abad ke 17 di Inggris sistem ini sedikit mendapat polesan. Para pandai besi yang mengerjakan logam mulia tersebut tentunya juga harus menyimpannya. Lalu siapakah yang lebih pantas menyimpannya? Dia atau seseorang yang lebih paham tentang keperluan nasabah dan cara aman untuk menyimpan logam tersebut alias para bankir? Tentunya si bankir lebih piawai dalam hal ini, lalu sebagai imbalannya para deposan atau nasabah akan mendapat imbalan suatu note yang menyebutkan jumlah yang ia simpan. Yang terjadi selanjutnya ternyata jarang atau tidak ada dari para deposan yang mengambil simpanannya di bank setiap hari. Lalu bagaimana mereka bertransaksi? Mudah saja, mereka cukup menggunakan note dari bank tersebut, karena tidak lain note tersebut adalah bearer notes. Sehingga setiap orang yang membawanya mempunyai hak untuk menukarkan kembali ke bank dengan jumlah simpanan yang tertera di note itu.
23 Desember 1913 kongres Amerika mengesahkan Federal Reserve Act, sehingga dengannyalah dolar diciptakan. The Fed mempunyai tiga badan utama yang badan ketiganya adalah ribuan bank komersil dari berbagai negara. Kesemua bank tersebut tunduk pada badan kedua yang terdiri dari 12 regional Fed Bank. Sedangkan badan pertama terdiri dari 7 anggota yang menunjuk 12 regional Fed Bank dibawahnya. Dari sini terlihat hegemoni perkonomian barat dengan sistem kapitalismenya yang terus menjerat dan mengikat negara-negara lain[19].
Ditambah lagi dengan diterapkannya Bretton Woods System yang menetapkan dolar sebagai hard curency serta menjadikan dolar sebagai nilai tukar standar atas emas. Dengan sistem tersebut seakan kebijakan-kebijakan moneter harus selalu menganut pada dolar yang notabene merupakan mata uang AS. Dari sini negara-negara asing berkembang akan terseok-seok agar mata uang mereka tidak jauh nilainya dari dolar. Dengan ibarat lain, yang miskin tetaplah miskin dan si kaya terus meraup keuntungan sebagai mana telah disebutkan di atas.


[1]  Feodalisme tidak lain merupakan istilah untuk sistem politik yang berbentuk hierarki atau piramid. Indonesia pada zaman kolonialisasi Belanda juga menganut sistem ini, tak heran masyarakat setelah itu terbagi menjadi kasta-kasta. Inti dari sistem politik ini adalah orang-orang kasta tinggi mempunyai hak penuh dalam menjalankan roda pemerintahan, termasuk kepemilikan tanah dan perekonomian. Ini tidak jauh beda dengan merkantilisme dimana pemerintah (kasta bangsawan ataupun raja) mempunyai hak penuh untuk ikut campur dalam sistem perkonomian negara.
[2]  Merkantilisme adalah sistem yang menyatakan bahwa kesejahteaan suatu negara di ukur berdasarkan aset serta modal yang dimiliki. Pada sistem ini pemerintah banyak melakukan intervensi ke dalam pasar seperti dalam hal ekspor atau impor.
Dalam hal ini Dr Asyraf Muhammad Dawwabah seakan mengatakan bahwa merkantilisme adalah bagian dari kapitalisme. Atau dengan kata lain merkantilisme adalah fase dari kapitalisme sebelum terbentuk ideologi pasar bebas.
[3]  Dr. Muhammad Syaraf Dawabah, Al Iqtishâd al Islâmy Madkholun wa Manhajun, Darussalam, Kairo, cet. I, 2010, hal. 35
[4]  Nama asli bukunya adalah An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, tapi lebih sering disingkat dengan Wealth of Nations.
[5]  Ibid, hal. 38
[6] Ibid, hal. 41
[7]  QS. Ar Rûm: 39
[8] Sektor riil adalah sektor yang terjadinya perdangan fisik semisal pertanian, pertambangan, perdagangan dan lain-lain. Sedangkan sektor non riil adalah kebalikan dari sektor riil yaitu produk-produk pasar yang lebih ‘tidak terlihat’ secara fisik, misalkan: saham, surat obligasi, dan sejenisnya.
[9]  Jual beli dan judi memang sama-sama memakai model spekulasi atau perkiraan pangsa dalam pasar nantinya. Tapi jika diteliti lebih lanjut, maka akan kita temui bahwa perbedaan mendasar antara judi dan jual beli bahwa pada judi ada pihak yang diuntungkan dan pihak yang rugi. Sedangkan dalam perdagangan kedua belah pihak sama-sama untung. Penjual untung karena barang atau jasanya dibeli, sedangkan pembeli puas karena keinginannya terpenuhi. Lain dari itu rukun antara keduanya juga beda, rukun-rukun dalam jual beli sebagaimana yang disepakati mayoritas ulama adalah dua orang yang berakad, barang disepakati untuk diniagakan, shîghah. Lihat, Bagian kurikulum fiqh universitas al Azhar, Fiqhul Mu’amalat al Mâliyah fi as Syarî’ah al Islâmiyah, Universitas Al Azhar, Kairo, cet. 2007
[10]  Dikatakan keruntuhan kapitalisme karena sebagian pengamat menayatakan bahwa beberapa peristiwa yang akan dinukil penulis merupakan titik awal dari robohnya sistem ini.
[11]  Jamal Hardwood, Membedah Krisis Keuangan Global, diterjemahkan oleh MR Adhi, Pustaka Thoriqul Izzah, Bogor, cet.I, 2009, hal. 11
[12]  Jamal Hardwood mencatat setidaknya 16 poin sebagai permisalan dari robohnya kapitalisme.
[13] Nasionalisasi bank dan lembaga sejesnisnya memang darurat untuk dilakukan. Karena jika mereka salah satu saja dari mereka tidak diselamatkan, maka dampaknya akan merambat ke lembaga-lembaga lain sejenis. Ketika suatu lembaga keuangan kolaps dan tidak mampu berdiri lagi maka para nasabahnya merasa tidak aman dengan segala perbendaharaan mereka yang dititipkan di lembaga tersebut. Langkah selanjutnya, para nasabah menarik semua aset dari lembaga tadi. Jika hal ini terjadi bersamaan di banyak lembaga maka akan terlalu banyak uang yang beredar. Karena jumlah uang lebih banyak dari produk yang ada di pasar akan terjadi inflasi (kenaikan harga barang). Hal itulah yang Indonesia rasakan saat krisis moneter tahun 1998.
[14]  Pasar bebas adalah dimana barang masuk dan keluar pasar dengan sukarela tanpa ada intervensi. Hanya saja pasar bebas yang dianut para kapitalis tidak sesuai dengan unsur pasar bebas yang disyaratkan Islam. Yaitu pasar bebas yang tidak mengandung masyir, gharar, riba, bai’ najasy, ikrah, ghabn fâhisy, najis, ihtikar, ghisy, dan tadlis. Pasar bebas kaum kapitalis malah justru menimbun (ihtikar), riba dan lain sebagainya. Maka dari itu ideologi tersebut hancur dan terkikis sedikit demi sedikit.
[15] Dr. Dawabah menerangkan bahwa masyarakat terbagi menjadi dua golongan sebagai akibat kapitalisme. Yang pertama adalah para konglomerat yang menghalalkan segala cara demi memperkaya diri, sedangkan golongan kedua adalah mereka para fakir miskin. Lihat ibid, hal. 44
[16]  Ada 4 jenis pasar. Yang pertama adalah pasar persaingan sempurna, kemudian pasar monopolistik, pasar oligopoli dan pasar monopoli. Pasar persaingan sempurna adalah jenis pasar banyak pelaku usaha untuk jenis bidang usaha dan jasa yang sama. Di sana para pelaku usaha bebas keluar masuk pasar tanpa adanya hambatan. Kondisi ini akan selalu menciptakan suatu bentuk keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Karena keseimbangan itulah dinamakan pasar ideal.
[17]  Yang dimaksud dengan kapitalisasi global di sini adalah bagaiamana sekolompok orang ataupun lembaga menguasai moneter dunia. Akhirnya kelompok ini menghegemoni hampir keseluruhan dari perekonomian yang ada.
[18]   The Fed, bahasa formal dari Federal Reserve System merupakan nama lain dari Bank Sentral Amerika. Sebuah lembaga independen Amerika hasil dari Federal Reserve Act yang bertugas menyelenggarakan kebijakan moneter.
[19]  Aries Mufti, Kapitalis Global, Hegemoni Dajjal dan Ekonomi Syariah, Pustaka Quantum, Jakarta, cet. I, 2004, Hal. 25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar