Oleh: Fauzul Hanif NA
Pendahuluan
Waktu terus berjalan seiring dengan putaran
bumi pada porosnya. Hal itu tidak mungkin berjalan dengan kosong, kecuali di
dalamnya terdapat banyak kejadian yang timbul dan tenggelam. Ribuan tahun umur
bumi membuat manusia mengelompokkan setiap jangkanya dengan peristiwa yang ada
di dalamnya. Pengelompokan peristiwa itu yang akhirnya dipelajari, dikritisi
diambil baiknya dan dibuang jeleknya. Hingga manusia membentuk masa depan yang
lebih cerah dengan mengambil pelajaran dari masa lampau.
Dan begitulah dengan permasalahan interaksi
antar manusia yang tinggal di bumi itu. Bermula dari ketidakberaturan hingga
akhirnya mulai sedikti demi sedikit membuat suatu sistem untuk berjalan di atasnya. Interaksi itu tentunya tidak akan
luput dari kegiatan tukar menukar barang untuk memenuhi kebutuhan tiap individu
ataupun umum. Sebuah jenis interaksi yang akhirnya sering disebut dengan kegiatan
perekonomian.
Sebagaimana yang disebutkan bahwa semua mengalami fase, maka roda
perkenomian tidak jauh dari itu. Berbagai jenis prinsip dan ideologi dicoba
untuk diterapkan dalam praktek perekonomian, sebagian berhasil dan yang lain
gagal. Diantaranya yang gagal adalah
kapitalisme yang seakan sudah mendarah daging dan menyatu dengan kehidupan
kita. Bahkan mungkin bayi yang baru saja lahir niscaya akan bernafas dengan
nada kapitalis.
Tapi seperti yang kita tahu bahwa bau busuk suatu saat pasti akan tercium.
Kapitalisme yang dulunya berhasil berjaya sekarang mulai dirasakan sebagai
penyakit dalam sistem perkonomian. Manusia mulai mengerti kehancuran dan
kebusukan sistem ini. Mereka mulai mencari obat untuk penyakit yang ternyata
sudah mendarah daging, dan akhirnya sistem ekonomi Islam muncul memberikan
jawaban
Definisi dan sejarah
Kalau kita merujuknya pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
daring, kapitalisme berarti sistem dan paham ekonomi (perkonomian) yag modalnya
(penanaman modalnya, kegiatan indsutrinya) bersumber pada modal pribadi atau
modal perusaahn swasta dengan ciri persaingan pasar bebas. Sebenarnya
kapitalisme secara bahasa berasal dari bahasa Inggris yaitu capital yang
berarti modal. Sedangkan isme merujuk pada ajaran atau paham. Jadi arti
kasar dari kapitalisme adalah paham tentang modal.
Kapitalisme tidak muncul begitu saja, dia juga mengalami beberapa
tahapan hingga menjadi sistem baku seperti yang kita kenal saat ini. Menurut
Dr. Asyraf Muhammad Dawwabah dalam bukunya al iqtishad al islamy madkhalun
wa manhajun, menerangkan bahwa hal ini bermula dari runtuhnya feodalisme[1]
pada akhir abad 16 masehi. Pada tahapan selanjutnya Eropa
menganut sistem perkonomian yang baru yaitu kapitalisme merkantilisme[2]
(1500-1776M). Sistem ini berpendapat bahwa emas dan perak adalah harta kekayaan
sesungguhnya. Tidak heran jika pemerintah mempunyai hak untuk berintervensi
dalam pasar, tentunya tidak lain untuk menetapkan kebijakan impor dan ekspor
agar dua kekayaan asli tadi tidak mudah berkurang dan bahkan bertambah[3].
Lalu pada abad 17 lahir dan berkembanglah sebuah lembaga pendidikan
bernama Physiocrates (1756-1786) di Perancis. Sebuah lembaga pendidikan yang
berpegangan bahwa setiap segala sesuatu itu mempunyai undang-undangnya
tersendiri dan bahwa manusia tidak berhak untuk berintervensi pada suatu hukum
alam. Dari situ perkenomian dengan jenis pasar dan harga yang merupakan bagian
dari hukum alam ditinggalkan dan tidak manusia tidak ikut campur di dalamnya. Ini adalah awal mula munculnya sebuah slogan yang berbunyi Laisser
Faire, Laisser Passer atau biarkan hal itu bekerja, biarkan hal itu
berjalan.
Kemudian datang Adam Smith yang meletakkan dasar-dasar kapitalisme
dalam bukunya Wealth of Nations[4] yang diterbitkan pada tahun 1776. Buku ini menyeru pada kebebasan ekonomi
dan perkara-perkara turunannya seperti hak kepemilikan, warisan dan keuntungan.
Sebuah terma yang paling dikenal dari buku ini adalah the invisible hand
yaitu membiarkan mekanisme pasar berjalan dengan sendirinya. Dimana terjadi
kompetisi antara berbagai penyedia barang dan pembeli yang selanjutnya
menghasilkan kemungkinan terbaik dalam distribusi. Selain itu juga
memperkenalkan pada sistem pasar bebas yang membatasi intervensi negara di
dalamnya.
Dengan kemunculan Adam Smith dan teorinya itulah kapitalisme mulai
riuh digemakan dalam berbagai praktek ekonomi.
Konsep Kapitalisme
Dr. Dawabah menyebutkan setidaknya ada 4 tiang yang menyangga
berdirinya kapitalisme[5]:
a.
Kepemilikan Individual
Dalam hal ini kapitalisme mendukung penuh, bahkan menjadikan poin
ini sebagai salah satu dorongan untuk terus berproduksi. Tapi pada penerapannya
malah menjadikan manusia terlalu mencintai harta sehingga setiap jengkal
langkah dan perbuatannya selalu ditujukan untuk mencapai tujuan ini.
Sebagaimana dengan mengakui secara mutlak kepemilikan individual
maka setiap pemilik akan menjaga segala kepemilikannya untuk nanti diwariskan
kepada keturnan-keturunannya. Andai saja
tidak ada kepewarisan maka usaha mereka seakan sia-sia dan sebagai gantinya
para pemilik harta tersebut akan berlaku boros dan tidak banyak memproduksi.
b.
Kebebasan Ekonomi
Poin ini tentunya bentuk kepanjangan dari perhatian atas
kewewenangan individual. Ketika seseorang mempunyai barang dan berhak penuh
atas barang itu, maka dia juga berhak untuk melakukan apapun. Para pelaku boleh memproduksi atau
mengkonsumsi dari segala sumber yang ia miliki.
c.
Persaingan
Ketika ada kebabasan dalam berkonomi maka selanjutnya akan muncul
sebuah bentuk perlombaan dan persaingan dalam mekanisme ekonomi. Para penjual
akan mencoba berbagai strategi untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan
menyingkirkan pesaingnya sebagaimana konsumen akan mencari produk yang sesuai
dengan keinginannya.
d.
Dorongan untuk mendapat keuntungan
Keuntungan dianggap sebagai dorongan utama dalam kegiatan
perekonomian di mata kapitalis. Dalam konsep Adam Smith dikatakan bahwa
keuntungan yang sebenarnya tujuan individual dari produsen secara bersamaan
memenuhi kebutuhan umum. Ketika seorang produsen ingin memperbanyak
produksinya, maka secara tidak langsung dia harus menambah jumlah pekerja.
Tujuan utama produsen yang sebenarnya mencari keuntungan itu pada akhirnya juga
menjadi keuntungan lain bagi masyarakat.
Kecacatan Kapitalisme[6]
a.
Penimbunan
Model penimbunan ini sebenarnya bermula dari pandangan kapitalisme
tentang kelangkaan barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan manusia sebagai
mana yang disebutkan Adnan Syafi’i. Ketika disebutkan bahwa kebutuhan manusia
bersifat tidak terbatas, sedangkan daya barang dan jasa sangat terbatas maka
seakan mengeluarkan pendapat bahwa solusinya adalah meningkatkan produksi
barang setinggi-tingginya.
Padahal jika
dicerna lagi seakan kita paham bahwa hal itu keliru. Analogi sederhananya
seperti ini, ketika seseorang di satu kasur yang harganya mungkin 2 juta,
apakah di saat yang sama dia membutuhkan kasur lain yang mungkin seharga 5
juta? Perumpaan lain, adakah orang yang mampu memakan nasi 5 piring dalam satu
waktu? Jika dikatakan iya, maka adakah yang mampu memakannya hingga 10 piring
dan seterusnya? Dari sini kita paham bahwa sesungguhnya kebutuhan manusia itu
terbatas.
Sebenarnya teori kelangkaan barang bukan
hanya mempunyai kecacatan dalam substansinya, tapi pada penerapannya juga
membahayakan, yaitu terjadinya penimbunan. Selain itu, manusia seakan menjadi
makhluk-makhluk egois dan ‘memangsa’ sesamanya.
b. Riba
Riba adalah sesuatu yang seakan sudah sangat melekat
pada tubuh kapitalisme. Meskipun sudah jelas sistem perkonomian dengan model
riba merugikan, tapi itu seakan sudah menjadi hal yang biasa. Lihat saja
perilaku para pejabat yang merasa bangga jika dalam masa jabatannya dia dapat
mengucurkan dana kredit sekian milyar atau triliyun bagi pengusaha kecil.
Padahal kredit itu tidak menjamin kesuksesan para pengusaha kecil, tapi
sepersekian detik setelah pengusaha kecil itu mengkredit, dia langsung dibebani
dengan bunga. Maka dari itu Allah memperingatkan dalam firmanNya: “Dan sesuatu
riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka
riba itu tidak menambah pada sisi Allah[7].”
Lain dari pada itu, bunga juga sangat mempengaruhi
investasi dan produksi. Ketika suku bunga semakin tinggi, maka investasi akan
menurun. Dengan menurunnya investasi maka produksi turut merosot dibarengi dengan
meningkatnya angka pengangguran. Riba juga berakibat pindahnya uang dari negara yang bertingkat bunga rendah ke negara yang memiliki tingkat
bunga lebih tinggi. Ini adalah ulah para penimbun yang ingin memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya dengan memanfaatkan kondisi ini.
c.
Judi (al muqâmarah)
Para
kapitalis menegakkan sistemnya dengan lebih mengandalkan peluang-peluang di
sektor non riil dari pada sektor riil[8].
Padahal jika sektor non riil ini dicermati mekanismenya maka tidak akan jauh
dengan perjudian. Semuanya berasas ketidakpastian dan tebak-tebakan (spekulasi) antara untung dan rugi. Di sini uang tidak akan pernah bertemu
dengan barang dan jasa sebagaimana yang terjadi di bursa saham, yang ada
hanyalah interaksi tak nyata dengan berbagai spekulasi yang tidak pasti[9].
Kalau
perputaran uang hanya berkisar di sektor non riil bisa dipastikan sektor riil
menjadi terbengkalai. Bayangkan ketika uang dalam jumlah besar yang seharusnya
bisa lebih produktif jika berada di sektor riil ternyata hanya berputar di
sektor non riil! Tingkat produksi secara tidak langsung pasti mengalami
kemerosotan daya produksi. Jika daya produksi merosot maka selanjutnya
perusahaan-perusahaan lebih memilih untuk mem-PHK karyawannya. Dari sini
kemiskinan tidak bisa dibendung.
d.
Mendahulukan materi
Poin
lain dari kapitalisme adalah lebih mementingkan dan mendahulukan
materi. Memang kebahagiaan individual dan umum didapatkan dari hal ini. Tapi
kapitalisme malah membuahkan sebuah perpecahan antar manusia demi memenuhi
kebutuhan materinya tanpa memperhatikan segi akhlaq ataupun adab. Para produsen
hanya memikirkan bagaimana caranya bisa meraup keuntungan yang besar dengan
barang-barang yang mampu ia produksi. Tidak penting apakah barang itu
bertentangan dengan adab atau tidak, baik untuk kesehatan atau tidak, sesuai
dengan tuntutan agama atau tidak.
Ketimpangan dan keruntuhan Kapitalisme[10]
Hingga detik ini kapitalisme tidak berdiri tegak
tanpa tertiup angin. Bahkan sejarah menyaksikan jatuh bangun dari sistem ini
sehingga mayoritas manusia menyadari akan kelemahan atas bangunan ekonomi yang
ditawarkan sistem ini. Ambil saja peristiwa besar yang melanda perekonomian
Amerika dan beberapa negara Eropa,
yaitu krisis ekonomi global pada tahun 2008. Sebagian besar pengamat akan
mengatakan bahwa itu adalah contoh langsung dari kegagalan sistem ini untuk
membawa kesejahteraan bagi manusia.
Diantara kecacatan yang langsung disaksikan oleh publik
international [11]:
1.
Kebangkrutan Lehman Brothers yang merupakan kebangkrutan terbesar
dalam sejarah AS. Bank investasi terbesar keempat di AS ini menyatakan
kepailitannya dengan pengajuan perlindungan kepailitan pada tanggal 15
September 2011.
2.
Pada hari berikutnya, tanggal 16 September 2011, AIG (American
International Group) juga akhirnya harus diselamatkan oleh Bank Sentral AS yang
mengumumkan rencana paket bantuan senilai US$85 miliar dengan imbalan 80%
saham.
3.
2 Oktober: DPR dan Presiden AS mengesahkan RUU yang mengatur
pencairan dana senilai US$ 700 miliar untuk membeil aset-aset dari bank-bank
yang tidak likuid dan bermasalah.
4.
Oktober/November: Pemerintah AS, Inggris dan negara-negara Eropa
mengumumkan paket pinjaman, jaminan dan penyelamatan bernilai multi triliun
dolar, termasuk untuk menasionalisasi bank-bank besar di masing-masing negara.
Bayangkan! Sebuah sistem kapitalisme yang sudah merasa solid dengan pasar bebas
yang terlepas dari intervensi pemerintah ternyata harus menelan ludah mereka
sendiri. 4 contoh dari yang disebutkan di atas hanya sebagian saja dari
banyaknya perusahaan dan bank yang kolaps[12]. Pada
akhir cerita justru pemerintah datang untuk menasionalisasi seluruh kerugian
yang mereka alami agar goncangan ekonomi itu tidak semakin membengkak[13].
Roboh dan timpangnya sistem kapitalisme bisa juga ditinjau dari
sisi lain. Kapitalisme yang mengacu pada asas
kepemilikan modal secara individual juga titik yang perlu digugat. Kapitalisme
menitikberatkan perekonomian mereka pada modal, semakin
besar modal, semakin besar pula peluang untuk mendapat keuntungan. Bayangkan
jika ideologi seperti ini diusung ke pasar bebas[14].
Dampaknya tak lain hanya memperbesar jurang pemisah antara si miskin dan si
kaya. Dengan kata lain, pemeran utama dari perkonomian jenis ini adalah mereka
para konglomerat.[15]
Pasar ideal yang merupakan pasar persaingan sempurna[16]
akan berantakan jika dimasuki paham kapitalis. Sesuai dengan konsep low
risk, high profit maka mereka tidak mempedulikan apa yang di bawahnya. Ditambah
lagi sebagai mana yang telah disebutkan di atas bahwa kaum kapitalis seakan
mendahulukan ego untuk memenuhi kebutuhan mereka yang ‘tidak ada batasnya’. Otomatis
itu mempengaruhi harga pasaran yang membuat persaingan tidak sempurna dan
menghilangkan keseimbangan di dalamnya. Dari itu, efek kapitalis juga akan
membunuh pasar tradisional dan pasar-pasar kecil yang berkembang.
Masih pada kecacatan sistem kapitalisme, Aries Mufti dalam bukunya
Kapitalis Global, Hegemoni Dajjal dan Ekonomi Syariah menyebutkan bahwa akar
dari kapitalisasi global[17] tidak
lain adalah The Fed[18].
Bermula dari emas dan perak sebagai logam mulia yang sudah disepakati seluruh
dunia sebagai uang asli atau honest money. Keduanya merupakan alat dalam
pertukaran moneter yang sah selama berabad-abad.
Tapi pada awal abad ke 17 di Inggris sistem ini sedikit mendapat
polesan. Para pandai besi yang mengerjakan logam mulia tersebut tentunya juga
harus menyimpannya. Lalu siapakah yang lebih pantas menyimpannya? Dia atau
seseorang yang lebih paham tentang keperluan nasabah dan cara aman untuk
menyimpan logam tersebut alias para bankir? Tentunya si bankir lebih piawai
dalam hal ini, lalu sebagai imbalannya para deposan atau nasabah akan mendapat
imbalan suatu note yang menyebutkan jumlah yang ia simpan. Yang terjadi
selanjutnya ternyata jarang atau tidak ada dari para deposan yang mengambil
simpanannya di bank setiap hari. Lalu bagaimana mereka bertransaksi? Mudah
saja, mereka cukup menggunakan note dari bank tersebut, karena tidak
lain note tersebut adalah bearer notes. Sehingga setiap orang
yang membawanya mempunyai hak untuk menukarkan kembali ke bank dengan jumlah
simpanan yang tertera di note itu.
23 Desember 1913 kongres Amerika mengesahkan Federal Reserve Act,
sehingga dengannyalah dolar diciptakan. The Fed mempunyai tiga badan utama yang
badan ketiganya adalah ribuan bank komersil dari berbagai negara. Kesemua bank
tersebut tunduk pada badan kedua yang terdiri dari 12 regional Fed Bank.
Sedangkan badan pertama terdiri dari 7 anggota yang menunjuk 12 regional Fed
Bank dibawahnya. Dari sini terlihat hegemoni perkonomian barat dengan sistem
kapitalismenya yang terus menjerat dan mengikat negara-negara lain[19].
Ditambah lagi dengan diterapkannya Bretton Woods System yang
menetapkan dolar sebagai hard curency serta menjadikan dolar sebagai
nilai tukar standar atas emas. Dengan sistem tersebut seakan
kebijakan-kebijakan moneter harus selalu menganut pada dolar yang notabene
merupakan mata uang AS. Dari sini negara-negara asing berkembang akan
terseok-seok agar mata uang mereka tidak jauh nilainya dari dolar. Dengan
ibarat lain, yang miskin tetaplah miskin dan si kaya terus meraup keuntungan
sebagai mana telah disebutkan di atas.
[1] Feodalisme
tidak lain merupakan istilah untuk sistem politik yang berbentuk hierarki atau
piramid. Indonesia pada zaman kolonialisasi Belanda juga menganut sistem ini,
tak heran masyarakat setelah itu terbagi menjadi kasta-kasta. Inti dari sistem
politik ini adalah orang-orang kasta tinggi mempunyai hak penuh dalam
menjalankan roda pemerintahan, termasuk kepemilikan tanah dan perekonomian. Ini
tidak jauh beda dengan merkantilisme dimana pemerintah (kasta bangsawan ataupun
raja) mempunyai hak penuh untuk ikut campur dalam sistem perkonomian negara.
[2]
Merkantilisme adalah sistem yang menyatakan bahwa kesejahteaan suatu
negara di ukur berdasarkan aset serta modal yang dimiliki. Pada sistem ini
pemerintah banyak melakukan intervensi ke dalam pasar seperti dalam hal ekspor atau impor.
Dalam
hal ini Dr Asyraf Muhammad Dawwabah seakan mengatakan bahwa merkantilisme
adalah bagian dari kapitalisme. Atau dengan kata lain merkantilisme adalah fase
dari kapitalisme sebelum terbentuk ideologi pasar bebas.
[3] Dr.
Muhammad Syaraf Dawabah, Al Iqtishâd al Islâmy Madkholun wa Manhajun, Darussalam,
Kairo, cet. I, 2010, hal. 35
[4] Nama asli
bukunya adalah An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of
Nations, tapi lebih sering disingkat dengan Wealth of Nations.
[5] Ibid,
hal. 38
[8] Sektor riil adalah sektor yang terjadinya perdangan
fisik semisal pertanian, pertambangan, perdagangan dan lain-lain. Sedangkan
sektor non riil adalah kebalikan dari sektor riil yaitu produk-produk pasar yang
lebih ‘tidak terlihat’ secara fisik, misalkan: saham, surat obligasi, dan
sejenisnya.
[9] Jual
beli dan judi memang sama-sama memakai model spekulasi atau perkiraan pangsa
dalam pasar nantinya. Tapi jika diteliti lebih lanjut, maka akan kita temui
bahwa perbedaan mendasar antara judi dan jual beli bahwa pada judi ada pihak
yang diuntungkan dan pihak yang rugi. Sedangkan dalam perdagangan kedua belah
pihak sama-sama untung. Penjual untung karena barang atau jasanya dibeli,
sedangkan pembeli puas karena keinginannya terpenuhi. Lain dari itu rukun
antara keduanya juga beda, rukun-rukun dalam jual beli sebagaimana yang
disepakati mayoritas ulama adalah dua orang yang berakad, barang disepakati
untuk diniagakan, shîghah. Lihat, Bagian kurikulum fiqh universitas al
Azhar, Fiqhul Mu’amalat al Mâliyah fi as Syarî’ah al Islâmiyah, Universitas
Al Azhar, Kairo, cet. 2007
[10]
Dikatakan keruntuhan kapitalisme karena sebagian pengamat menayatakan
bahwa beberapa peristiwa yang akan dinukil penulis merupakan titik awal dari
robohnya sistem ini.
[11] Jamal
Hardwood, Membedah Krisis Keuangan Global, diterjemahkan oleh MR Adhi,
Pustaka Thoriqul Izzah, Bogor, cet.I, 2009, hal. 11
[12] Jamal
Hardwood mencatat setidaknya 16 poin sebagai permisalan dari robohnya
kapitalisme.
[13] Nasionalisasi bank dan lembaga sejesnisnya
memang darurat untuk dilakukan. Karena jika mereka salah satu saja dari mereka
tidak diselamatkan, maka dampaknya akan merambat ke lembaga-lembaga lain
sejenis. Ketika suatu lembaga keuangan kolaps dan tidak mampu berdiri lagi maka
para nasabahnya merasa tidak aman dengan segala perbendaharaan mereka yang
dititipkan di lembaga tersebut. Langkah selanjutnya, para nasabah menarik semua
aset dari lembaga tadi. Jika hal ini terjadi bersamaan di banyak lembaga maka
akan terlalu banyak uang yang beredar. Karena jumlah uang lebih banyak dari
produk yang ada di pasar akan terjadi inflasi (kenaikan harga barang). Hal
itulah yang Indonesia rasakan saat krisis moneter tahun 1998.
[14] Pasar
bebas adalah dimana barang masuk dan keluar pasar dengan sukarela tanpa ada
intervensi. Hanya saja pasar bebas yang dianut para kapitalis tidak sesuai
dengan unsur pasar bebas yang disyaratkan Islam. Yaitu pasar bebas yang tidak
mengandung masyir, gharar, riba, bai’ najasy, ikrah, ghabn fâhisy,
najis, ihtikar, ghisy, dan tadlis. Pasar bebas kaum kapitalis malah
justru menimbun (ihtikar), riba dan lain sebagainya. Maka dari itu ideologi
tersebut hancur dan terkikis sedikit demi sedikit.
[15] Dr. Dawabah menerangkan bahwa masyarakat
terbagi menjadi dua golongan sebagai akibat kapitalisme. Yang pertama adalah
para konglomerat yang menghalalkan segala cara demi memperkaya diri, sedangkan
golongan kedua adalah mereka para fakir miskin. Lihat ibid, hal. 44
[16] Ada 4
jenis pasar. Yang pertama adalah pasar persaingan sempurna, kemudian pasar
monopolistik, pasar oligopoli dan pasar monopoli. Pasar persaingan sempurna
adalah jenis pasar banyak pelaku usaha untuk jenis bidang usaha dan jasa yang
sama. Di sana para pelaku usaha bebas keluar masuk pasar tanpa adanya hambatan.
Kondisi ini akan selalu menciptakan suatu bentuk keseimbangan antara permintaan
dan penawaran. Karena keseimbangan itulah dinamakan pasar ideal.
[17] Yang
dimaksud dengan kapitalisasi global di sini adalah bagaiamana sekolompok orang
ataupun lembaga menguasai moneter dunia. Akhirnya kelompok ini menghegemoni
hampir keseluruhan dari perekonomian yang ada.
[18] The Fed,
bahasa formal dari Federal Reserve System merupakan nama lain dari Bank Sentral
Amerika. Sebuah lembaga independen Amerika hasil dari Federal Reserve Act yang
bertugas menyelenggarakan kebijakan moneter.
[19] Aries
Mufti, Kapitalis Global, Hegemoni Dajjal dan Ekonomi Syariah, Pustaka
Quantum, Jakarta, cet. I, 2004, Hal. 25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar